Mengenai Sertifikasi Penulis dan Editor

  • Posted on May 7, 2024
  • News
  • By Portal Detik
  • 97 Views
Foto-Sertifikasi-HlRcNRevA8.png

Sebuah usaha telah dilakukan oleh Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (Penpro) untuk menyusun Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) bagi Penulis Buku Nonfiksi dan Editor, serta mendirikan lembaga sertifikasi profesi. Upaya ini juga mendapatkan dukungan dari Ikapi, Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI), Polimedia, Puskurbuk (Kemendikbud), dan Balitbang Kemenkominfo.

Banyak orang yang mengaku sebagai penulis buku dengan sebutan berbahasa Inggris: author. Namun, ketika diuji pengetahuan dan keterampilannya dalam menulis buku, mereka tidak menunjukkan kompetensi yang pantas disebut sebagai author—bahkan hanya memiliki satu buku dalam portofolio mereka.

Hal yang sama juga terjadi pada editor. Banyak yang mengaku sebagai editor dan mampu mengedit naskah. Namun, ketika diminta untuk membedakan antara proses editing mekanis dan editing substantif, mereka menjadi bingung. Belum lagi ketika ditanya tentang anatomi atau bagian-bagian tulisan yang harus diedit dan disusun sesuai dengan strukturnya, mereka semakin tidak mengerti.

Di Indonesia, industri perbukuan telah berkembang sejak zaman sebelum kolonial Belanda. Pada masa penjajahannya, Belanda memperkenalkan industri penerbitan modern kepada masyarakat Indonesia, sehingga profesi penulis dan editor mulai ada. Namun, seiring berjalannya waktu hingga 72 tahun kemerdekaan, standardisasi dalam dunia penerbitan masih kurang mendapatkan perhatian, sehingga industri penerbitan menjadi industri kreatif yang tidak memiliki Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI/SKKK) untuk mengukur kompetensi para pelaku perbukuan—kalah dengan industri pers.

Mengapa fenomena ini bisa terjadi? Di Indonesia, asosiasi profesi di bidang perbukuan dapat dikatakan sangat minim, dan yang ada hanya satu asosiasi penerbit, yaitu Ikapi. Meskipun asosiasi penulis dan editor pernah ada, namun kemudian menghilang seiring berjalannya waktu. Untungnya, saat ini sudah ada dua asosiasi penulis yang didirikan dalam waktu yang berdekatan, yaitu Penpro pada Desember 2016 dan Satu Pena (Persatuan Penulis Indonesia) pada Mei 2017. Setelah terbentuknya kedua asosiasi ini, langkah yang harus diambil adalah menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang penulisan.

Upaya ini juga sebagai respons terhadap berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan yang disahkan pada tanggal 29 Mei 2017. Undang-Undang ini sebagai dasar hukum tertinggi mendorong adanya standardisasi oleh para pelaku perbukuan, seperti penulis, penerjemah, penyadur, editor, ilustrator, desainer buku, penerbit, pencetak, pengembang buku elektronik, dan toko buku.

Khusus untuk penulis, dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 3/2017 disebutkan bahwa "Penulisan naskah asli Buku dilakukan sesuai dengan standar, kaidah, dan kode etik Penulisan naskah asli Buku". Oleh karena itu, Undang-Undang ini telah mensyaratkan adanya standar, kaidah, dan kode etik yang terkait dengan kompetensi seorang penulis. Tidak ada yang lebih memahami tentang standar, kaidah, dan kode etik tersebut selain para pelaku di bidang ini sendiri. Oleh karena itu, seharusnya para pelaku ini berkumpul dan membentuk asosiasi profesi serta bersama-sama menyusun standar kompetensi tersebut.

Telah diprediksi bahwa di masa depan, lembaga pemerintah dan swasta yang terlibat dalam pekerjaan penulisan atau penerbitan akan mewajibkan sertifikat kompetensi bagi para pelaku industri perbukuan. Hal ini merupakan kesempatan dan tantangan bagi para penulis untuk meningkatkan kualitas diri mereka, karena tidak ada bidang apapun di dunia ini yang tidak melibatkan kegiatan menulis.

0
Author
No Image
Content
Portal Detik

source for your information

You May Also Like

Write a Response